Teringat ketika berada di Kampung Inggris
Pare saat mengambil kelas speaking di
salah satu lembaga kursus, ketika itu kami diberi tugas presentasi dan saya
mengangkat tema pentingnya Bahasa Inggris di Indonesia. Tiba tiba terlontar pertanyaan
dari salah seorang teman “Do you have any
solution to increase the level of English in our country from EFL (English as
Foreign Language) to ESL English as Second Language)?”. Spontan jawaban
saya adalah dengan mendirikan perkampungan-perkampungan Bahasa Inggris serupa
di setiap sudut wilayah Indonesia.
Saya tersadar membuat gebrakan besar
seperti yang dilakukan sang Pioner Kampung Inggris Pare “Mr. Kalend” bukanlah
hal yang mudah dan tentunya membutuhkan waktu bertahun-tahun lamanya.
Sejatinya, kesuksesan memang bukanlah hal yang instan. Semua berproses dan
dimulai dari hal-hal yang kecil.
Cita-cita besar ini saya mulai dengan
tetap menggaungkan pentingnya Bahasa Inggris di era globalisasi, sharing
keilmuan segala hal yang terkait dengan materi Bahasa Inggris (Grammar), membangun klub meeting Bahasa Inggris
(Speaking) serta membuka akses yang
lebih besar kepada khalayak umum khususnya kaum milenial agar melirik Kampung Inggris
Pare sebagai wajah Indonesia di masa depan. Pusat pembelajaran Bahasa Inggris
terbesar ini menyimpan harapan dan cita cita untuk
pendidikan yang lebih maju yang tentunya akan berdampak pada peningkatan sektor
lainnya di Indonesia.
Berangkat dari realita terkait begitu
banyaknya masalah yang dihadapi siswa maupun guru dalam proses belajar mengajar
Bahasa Inggris di sekolah, disertai dengan pengalaman yang saya alami sendiri membuat
saya tertarik untuk melihat sisi lain pelaksanaan proses belajar mengajar Bahasa
Inggris pada program immersi bahasa yang terjadi di Kampung Inggris Pare
melalui proyek penelian disertasi saya.
Senada dengan Lutfi dan Kusuma dalam
bukunya Pare Paradise (Potret Kampung Inggris) di tengah-tengah mahal dan
tingginya biaya pendidikan di Indonesia, khususnya untuk mendapatkan program Bahasa
Inggris yang berkualitas, rasanya amat sangat disayangkan, referensi tentang
“Perkampungan Bahasa Inggris Pare” tidak banyak disosialisasikan. Padahal, Kampung
Inggris Pare sebagai salah satu potret wajah pendidikan di Indonesia yang cukup
berpengaruh dalam dunia pendidikan sehingga keberadaannya perlu dipublikasikan
secara serius.
Kurangnya referensi yang mengangkat
informasi mengenai sisi lain pendidikan di Indonesia seperti keistimewaan yang
terjadi di Kampung Inggris Pare menggelitik saya untuk menyatukan kepingan-kepingan
informasi dan pengalaman sebagai siswa juga peneliti di Pare menjadi untaian
kata-kata yang tertuang dalam helai demi helai sebuah buku yang berjudul
“Grandtour to Kampung Inggris Pare”. Sebuah buku yang akan mengajak pembaca
untuk berkelana menjelajahi sketsa pendidikan di Indonesia melalui program
imersi Bahasa. Kata Grandtour ini terinspirasi dari salah satu metode penelitian
tahap awal etnografi yang saya lakukan untuk menemukan gambaran menyeluruh
mengenai fenomena di Kampung Inggris Pare.
Bak pepatah mengatakan “Tak kenal maka
tak sayang”, lembaran buku ini diawali dengan pembahasan mengenai alkisah
Kampung Inggris Pare (KIP) disertai kehadiran Forum Kampung Bahasa (FKB) sebagai
lembaga tertinggi yang menaungi 160 lembaga kursus yang ada di Pare.
Namun sebelum menjelajah lebih jauh mengenai
Kampung Inggris Pare, penting bagi saya mengulas tentang konteks bahasa Inggris
di era globalisasi ini. Mengapa? Karena beragam masyarakat dengan pola pikir
yang berbeda serta penyebaran informasi dan pendidikan yang tidak merata
membuat paradigma akan urgensi mempelajari bahasa Inggris menjadi polemik yang
berkepanjangan. Di bagian 1 ini, saya sebagai penulis berkesempatan
mengungkapkan pendapat saya mengenai pentingnya menguasai bahasa Inggris
sehingga mengarahkan para pembaca untuk mencoba menengok salah satu bentuk
proses belajar mengajar di Kampung Inggris Pare di tengah krisis kepercayaan
yang banyak terjadi di sekolah formal.
Buku ini sengaja dibuat berurutan dimulai
dengan kebutuhan akan pentingnya Bahasa Inggris sampai pada pencapaian cita-cita
sebagai hasil belajar di Pare agar para pembaca turut merasakan sebuah proses
bahwa segala hal besar harus dimulai dari hal kecil dengan niat yang baik.
Bagian
2 kemudian mengulas kemungkinan mitos atau berita yang kurang benar mengenai
Pare. Hal ini penting untuk memantapkan niat para calon siswa sebelum
benar-benar memutuskan untuk belajar di Pare agar tidak merasa kecewa ketika
ekspektasi tidak sesuai kenyataan.
Setelah yakin dengan keputusan untuk
belajar di Pare, saatnya para pembaca mempelajari persiapan yang kemungkinan
akan dibutuhkan sebelum berangkat misalkan menetapkan motivasi dan tujuan,
bagaimana proses pendaftran, berapa biaya hidup yang akan dihabiskan serta
mempelajari rute untuk dapat tiba di Kampung Inggris Pare. Kesemuanya ini diulas
pada bagian 3.
Bagian 4 dan 5 merupakan bagian yang
sangat penting bagi saya untuk mempromosikan Kampung Inggris Pare dengan
menjelajahi keunikan dan keistimewaannya. Tentunya ini bukan pemikiran
subjektifitas penulis belaka tanpa didukung oleh pengalaman dan referensi yang
memadai serta pengakuan dari para alumninya yang merasa betah dan sebagian
besar berhasil menguasai bahasa Inggris.
Bagian 6 adalah bagian penutup dari buku
ini yang menurut saya adalah bagian paling istimewa karena berisi semangat dan
motivasi yang diperoleh dari beberapa alumni Pare (yang juga teman seperjuangan
saya) yang telah berhasil meraih mimpinya setelah belajar beberapa lama di
Kampung Inggris ini.
Perlu ditekankan kembali bahwa hadirnya
buku ini bukan bermaksud untuk menggurui para pembaca, namun hanya sekedar
berbagi pengalaman dan motivasi kepada para pembaca yang selalu haus akan ilmu
pengetahuan. Tentunya memperoleh satu sumber referensi saja tak cukup, banyaklah
membaca referensi agar semakin memperkaya pengetahuan juga dapat menghindarkan
kita dari hoax.
Buku ini tak akan hadir tanpa bantuan,
motivasi dan dukungan dari berbagi pihak. Ucapan terimakasih kepada Prof Haryanto dan Prof Kisman
sebagai guru besar saya atas bimbingan dan dukungannya, Bapak Kalend Osen
(BEC), Mr.. Ari Hakim (FKB/ HLC), Mem Dina dan crew (the daffodils), Mr. Nafi
dan crew (Kresna), Bro Paijo dan crew (Mr. Bob), Mr. Gustaf Dan crew (Ella), Miss
Dwi dan crew (GE), Mr. Lutfi dan crew (PEACE) dan seluruh teman kelas saya di
lembaga lembaga tersebut yang memberikan begitu banyak dukungan dan informasi.
“Tak ada jalan yang tak retak” tentunya tak
ada kesempurnaan dalam setiap pekerjaan yang dilakukan manusia. Oleh karena
itu, saran dan kritik yang sifatnya membangun akan sangat membantu
menyempurnakan lembaran demi lembaran buku ini.
Semoga hadirnya buku sederhana ini dapat
memanah sasaran yang tepat. Memberikan
informasi yang berharga agar dapat menjadi sumber referensi salah satu
potret pendidikan di Indonesia, menjadi acuan bagi pembaca yang ingin belajar
di Pare dan sebagai motivasi untuk meraih impian para pemimpi. Selamat membaca.
Makassar, April 2020
Penulis
Komentar
Posting Komentar